Agen Bola - Gawat kali bah! Ayu Setia Ningsih (27) warga Huta 2, Nagori Kandangan, Kecamatan Pematang Bandar, Simalungun, terpaksa harus bertarung dengat maut di bawah pohon wasit perkebunan PT Sipef, karena tak sanggup lagi meneruskan perjalanan menuju puskesmas untuk menjalani proses persalinan kelahiran anak keduanya yang berjenis kelamin perempuan.
Ayu yang ditemui di rumahnya, pada hari Selasa [30/5/2017] sekira jam 11.00 Wib, mengatakan, kejadiannya yang dialaminya itu berlangsung pada Selasa malam [23/5] lalu sekira jam 21.00 Wib.
Sebelumnya, Ayu memang sudah merasakan perutnya mules atau ada tanda-tanda akan melahirkan. Saat itu, Ayu yang berada di rumahnya mempercayakan persalinannya kepada Bidan Marni. Saat itu dijelaskan Bu Bidan, karena Ayu merupakan peserta BPJS kesehatan, maka dia harus bersalin di puskesmas.
“Bidan bilang harus melahirkan di Puskesmas dan tidak boleh di rumah karena saya peserta BPJS,” kata Ayu. Dengan menahan rasa sakit, Ayu pun dibonceng sang suami, Budi Suhendri (29), menggunakan kereta untuk berangkat ke Puskesmas Kerasaan, diiringi Bidan Marni, yang menggunakan kereta lain.
Malang tak dapat ditolak, mujur tak bisa diraih, ternyata si jabang bayi sudah tak sabar pengen cepat-cepat hadir ke dunia. Dengan sakit tak tertahankan, di tengah perjalanan malam itu, Ayu pun meminta suaminya agar berhenti.
Dengan terpaksa, Budi memarkirkan keretanya di pinggir jalan di pertengahan kebun sawit Sipef Kerasaan. Malam itu, Ayu terpaksa harus berjuang sambil memelas beralaskan kain panjang seadanya. Kemudian, sang bidan akhirnya membantu Ayu yang kemudian melahirkan seorang bayi perempuan dalam keadaan selamat.
Setelah melahirkan, Ayu tetap dibawa ke Puskesmas Kerasaan agar bisa di klaim sebagai peserta BPJS. Malam itu, Ayu hanya numpang tidur, sebelum pulang kembali ke rumahnya pada pagi harinya.
Saat di Puskesmas, Ayu mengatakan tidak ada pelayanan sama sekali. Dia hanya berbaring di bangsal sampai pagi. Bayi perempuannya yang baru lahir juga sama sekali tidak dipegang bidan atau perawat jaga di Puskesmas tersebut.
Sementara, seorang warga Kandangan yang enggan menyebutkan namanya protes keras dengan peraturan persalinan dari pemerintah tersebut. Soalnya, sekarang ini proses persalinan di wajibkan di Puskesmas dengan alasan fasilitas lebih lengkap.
Nyatanya, dalam kasus persalinan Ayu, hal itu jauh panggang dari api. “Jangan main-main dengan nyawa manusia,” katanya geram. Kemudian, dijelaskan, konsep rumah tunggu persalinan di desa juga tidak nyaman dan membuat stres. Pasalnya keluarga yang seharusnya bekerja terpaksa harus ikut menjaga. Bukan itu saja, keluarga juga terpaksa menyediakan makan sendiri.
Sementara Kapuskesmas Kerasaan dr Hendrik ketika di konfirmasi tidak berada di kantornya, Kepala Bidan mengatakan Kapuskesmas lagi rapat di kecamatan dan membenarkan bahwa Ayu sempat menginap di Puskesmas. Namun, Puskesmas menurutnya lepas tanggung jawab atas peristiwa tersebut karena sudah sesuai dengan prosedur persalinan.