Agen Bola - Histeria massa, terutama dari ibu-ibu korban penggusuran, menjadi pemandangan yang tak asing selama kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kini Ahok di ambang kekalahan.
Hasil quick count Lingkaran Survei Indonesia milik Denny JA, Anies Baswedan-Sandiaga Uno meraih suara 59,4 persen suara dan Ahok-Djarot Saiful Hidayat 44,59 persen, dari jumlah suara masuk 99,71 persen.
Jika Ahok menang, gaya kepemimpinan dan agenda kerja gubernur dan wakil gubernur dipastikan tidak berubah. Persoalan seperti normalisasi sungai, banjir, dan kemacetan masih menjadi prioritas yang akan mereka kerjakan.
Namun kini, kursi DKI 1 yang diduduki Ahok selama periode 2012-2017 digoyang Anies. Apakah rencana penggusuran untuk menopang program normalisasi sungai bakal dilanjutkan Anies dan Sandi?
Penggusuran di era Ahok pantas mendapat sorotan tersendiri. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat, selama dua tahun menjabat Gubernur DKI, terdapat 25.553 korban penggusuran.
LBH Jakarta juga mencatat sepanjang 2016, ada 193 kasus penggusuran dengan jumlah korban 5.726 keluarga dan 5.379 unit usaha. LBH Jakarta menyebut, dengan catatan itu, Ahok berpeluang memecahkan rekor Gubernur paling banyak melakukan penggusuran.
Sebagian kalangan bahkan menyebut Ahok-Djarot sebagai rezim tukang gusur.
Bagaimana sikap Anies?
Dalam wawancara khusus dengan CNNIndonesia.com, 7 Desember 2016, Anies menyatakan, dia dan Sandi tidak pada posisi setuju atau tidak terhadap langkah Ahok menggusur sejumlah permukiman. Anies memilih menggunakan frasa “penataan kota”.
“Ada daerah yang memang harus digusur, yang menutup aliran sungai, sehingga harus dilakukan pemindahan. Saya sudah bicara dengan warga, dan mereka bukan enggak mau pindah. Mereka ingin dihargai, diajak bicara, dan diberi tahu,” kata Anies.
Lihat juga:Anies-Sandi Menang Telak di TPS Warga Gusuran Ahok
Menurut Anies, persoalan penggusuran terutama adalah tentang bagaimana Pemerintah Provinsi DKI mengomunikasikan hal tersebut kepada warga. Dia menyatakan, warga ingin tahu di mana mereka dipindah, kapan eksekusi penggusuran dilakukan, dan berapa nilai kompensasi yang mereka peroleh atas pemindahan tersebut.
“Semua dibicarakan. Warga kita terbuka, mereka siap. Jadi ditata, tempat yang harus dipindah, harus dipindah, prosesnya manusiawi,” tutur Anies.
Anies menjelaskan, dia akan melibatkan arsitek, pakar tata kota, serta perusahaan swasta untuk membicarakan perencanaan matang untuk memperbaiki wajah Jakarta. Dia merencanakan pembangunan kampung deret dan kampung susun yang memberi ruang bagi warga untuk berinteraksi.
Janji Anies seperti yang dia ucapkan dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com tersebut nyatanya memang didengar warga. Hasil penghitungan suara Pilkada DKI putaran dua, Rabu kemarin (19/4), di kawasan Rumah Susun (Rusun) Rawa Bebek, Cakung, Anies-Sandi menang telak.
Warga Rusun Rawa Bebek sebagian besar adalah warga penggusuran dari berbagai daerah di ibu kota.
Pernyataan Anies mengenai 'proses yang manusiawi' senada dengan ucapan pakar tata ruang Universitas Trisakti Yayat Supriatna ketika berkomentar mengenai gaya penggusuran ala Ahok. Yayat mengatakan, perlu ada perubahan pendekatan dari Ahok-Djarot dalam penggusuran.
Perubahan dimaksud yaitu dari sisi sosial dan ekonomi. Pendekatan sosial terutama menyangkut cara pemerintah mendekati masyarakat.
Menurut Yayat, jika penggusuran tak bisa dihindari, sudah seharusnya meninggalkan cara kekerasan dan keharusan turun langsung ke lapangan untuk berdialog dengan warga.
"Jangan seperti yang lalu, terburu-terburu. Ke depannya harus dijelaskan lebih dulu kepada warga. Musyawarah. Jangan gunakan kekerasan, kesannya penggusuran selalu harus memakan korban," kata Yayat.
Pernyataan Yayat juga sejalan dengan hasil penelitian LBH Jakarta tentang penggusuran pada 2016.
Dalam penelitiannya, LBH Jakarta menemukan 33 persen warga mengaku mengetahui kekerasan fisik yang berlangsung ketika proses penggusuran dilaksanakan di wilayah tempat tinggal mereka dahulu.
Sebanyak 35 persen warga mengaku mengetahui kekerasan verbal yang dilakukan pihak yang melakukan penggusuran paksa. Dan berdasarkan hasil wawancara, warga menyatakan pihak-pihak yang kerap menjadi pelaku kekerasan fisik dan verbal adalah aparat teknis pelaksana penggusuran paksa, yaitu oknum Satpol Pamong Praja dan polisi.
Kemenangan (sementara) Anies diharapkan menghilangkan momok penggusuran paksa bagi sebagian kalangan.