AGEN BOLA - Terdapat sebuah peribahasa yakni tuntulah ilmu walau ke negeri China. Peribahasa tersebut bermakna cari dan tuntutlah ilmu sejauh apa pun ilmu itu berada.
Rasanya peribahasa tersebut tidak berlebihan. Sepakbola Indonesia mungkin harus belajar kepada China yang sedang membangun kekuatan di sepakbola internasional.
Pada 28 Maret 2017, saya pertama kalinya menginjakkan kaki di negara dengan julukan Negeri Tirai Bambu ini. Saya datang dengan kemauan begitu besar untuk memulai pengalaman sebagai pelatih di luar negeri yang merupakan impian banyak pelatih.
Di usia yang masih muda yakni 26 tahun, saya berhasil memikat hati salah satu club di China, Lijiang FC U-16.
Kesempatan melatih Lijiang saya dapat setelah mengikuti kursus kepelatihan AFC B di Malaysia dan mendapat nilai terbaik.
Awalnya, saya ditugaskan untuk melatih tim U-18. Namun, aturan dari Federasi Sepak Bola China (CFA) berubah. Tim U-18 harus dilatih pelatih berlisensi A AFC dan pelatih berlisensi B AFC boleh menangani tim U-16 . Akhirnya, saya diminta untuk melatih tim U-16.
Saya tidak dibantu penerjemah saat menjalani hari pertama melatih. Bagaimana mungkin melatih tim, tetapi pemain dan pelatih tidak bisa berkomunikasi. Hanya, Saya tidak menyerah begitu saja.
Percuma saya belajar dari C AFC dan B AFC di dua negara berbeda. Setelah berdiskusi dengan pemain via Google translate versi suara, saya mengatakan begini, "Oke, sekarang permasalahan besar di antara kita adalah bahasa. Apakah kalian tidak ingin bermain di Eropa?" Mereka menjawab, "kami semua ingin bermain di luar negara kami".
Saya kemudian menyadarkan pemain pentingnya bahasa Inggris. "Apakah kalian setuju sebelum mulai latihan kita lakukan pelajaran chinese to english 10 kata per hari dan saya pun sebaliknya?" Mereka dengan sangat antusias menjawab, "Ya, kami siap".
Akhirnya kami sepakat untuk belajar bahasa Inggris dan saya harus belajar bahasa Mandarin. Karena tidak pernah menyerah dengan keadaan, saya dan pemain selalu belajar lebih baik. Setelah tiga minggu latihan, saya langsung dihadapkan ke pertandingan.
Putaran pertama China Super League U-16 dimulai, tepatnya di Luxi. Kota kecil yang ditempuh dengan bus kurang lebih tiga jam dari Kunming, kota besar provinsi Yunnan, China Barat Daya.
Just for information, Luxi sangat mengesankan buat saya. Kota yang kecil seperti ini saja memiliki 12 lapangan sangat bagus dalam satu area.
Sebanyak 42 tim dibagi 7 group. Tim saya satu grup dengan tim besar seperti Guangzhou Evergrande dan Beijing Guoan.
Kemenangan adalah wajib diraih, itu paling ditekankan oleh manajemen.
Saya kaget luar biasa. Pada tim kelompok usia 16 tahun, ternyata persaingannya ketat sekali.
Selain ditargetkan kemenangan, persaingan ketat juga terlihat dari beberapa tim besitan pelatih dari Spanyol dan Jepang. Hanya saya yang berasal dari Indonesia. Ah, saya bangga sebagai orang Indonesia.
Rules kompetisi juga sangat ketat. Setiap pemain wajib memiliki paspor. Pemain yang tidak memiliki paspor, tidak bisa bermain di kompetisi apa pun.
Saya semakin geleng-geleng kepala, setelah dua pemain yang sebelumnya pindahan dari klub lain tidak diperbolehkan bermain karena proses administrasi belum lengkap.
Padahal, pemain saya dibiayai klub untuk terbang dari Luxi ke Beijing hanya untuk meminta tanda tangan dan cap dari CFA untuk dapat bermain.
CFA memberikan tanda tangan akan tetapi tetap belum bisa bermain di first round. Betapa ketat dan disiplinnya peraturan yang mereka buat dari usia muda. Huh, sistem mereka buat sangat kuat sekali.
Setelah berdiskusi dengan salah satu pelatih lokal, Presiden Xi Jinping sangat ingin masyarakat dapat membantu visinya yaitu China bisa bermain di Piala Dunia.
China menjadi tuan rumah Piala Dunia, dan terakhir China menjadi juara Piala Dunia. Kali terakhir China tampil di Piala Dunia pada 2002.
Saya rasa itu cita-cita yang tinggi sekali. Mereka mampu melakukannya perlahan dengan salah satunya mendatangkan pemain-pemain dan pelatih kelas wahid ke China.
Mereka juga membuat kompetisi usia muda nan kompetitif, membangun sistem kompetisi kuat dengan peraturan-peraturan ketat, dan tidak kalah penting adalah membangun fasilitas standar international yang sangat banyak.
Mereka bukan sekadar bicara konsistensi dan proses, tetapi berusaha mewujudkannya perlahan-lahan. Benar apa yang sebagian rekan saya katakan bahwa China dalam segala hal sangat bersungguh-sungguh dan tidak mudah menyerah untuk mewujudkan visinya.
Kembali ke pertandingan tim saya, hasil di Luxi kurang memuaskan. Kami menderita dua kekalahan dan masing-masing meraih hasil imbang dan kalah.
Saya lalu dipanggil oleh manajer dan kembali diingatkan untuk lebih baik pada pertandingan selanjutnya. Banyak hal yang mesti saya perbaiki ke depan.
Oke, baiklah. Saya akan lebih kerja keras untuk tim lebih baik. Selain membawa tim menang, visi saya adalah harus menciptakan pemain untuk memperkuat skuad tim nasional China yang akan berlaga di Olimpiade 2024. Mereka sudah mempersiapkannya sejak saat ini.
Menurut saya, sebuah keberhasilan tidak akan indah apabila tidak pernah merasakan jatuh berkali-kali dan gagal. Semoga dengan pelajaran dan pengalaman di sini, I'll try my best for Indonesian football. Cinta saya hanya untuk sepakbola Indonesia lebih baik.